Wakil Bupati dan Kabag Hukum di sebut Sumber Permasalahan
P.Sidimpuan STT Blog
- Tanah yang mereka miliki bukan termasuk kawasan hutan sebagaimana diklaim oleh Pemda Tapanuli Selatan. Tanah-tanah itu merupakan hutan produktif yang dikelola untuk mempertahankan hidup.
- Tanah warga sudah dikuasai, digarap dan dijadikan sebagai lahan perkebunan dan pertanian secara turun temurun sejak tahun 1800-an hingga sekarang. Tanah-tanah dimaksud diperoleh dengan berbagai cara peralihan hak yaitu melalui Akta Jual beli, Hibah dan sebagian lainnya diperoleh karena warisan dari para leluhur dan atau tanah ulayat yang lahir dengan sendirinya jauh sebelum Negara Republik Indonesia didirikan dan merdeka dari penjajahan kolonial Belanda.
- Berdasarkan bukti dari Badan Pertanahan Nasional Padangsidimpuan menerangkan lokasi tanah warga yang termasuk dalam ruang lingkup SK 244 tersebut adalah tanah Hak Milik Adat sehingga secara jelas bahwa tanah-tanah milik kami tidaklah merupakan bagian dari kawasan hutan. Sehingga sangatlah beralasan jika SK Menhut a quo disebut sebagai keputusan yang keliru, dan oleh karena itu Pemerintah Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan tidaklah berwenang untuk mengambil alih tanah-tanah milik kami dengan alasan untuk pembangunan sarana pemerintah.
- Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 45/PUU-IX/2011 secara jelas dan tegas telah merevisi/menghapus hak/wewenang UU No. 41/1999 Tentang Kehutanan untuk mengatur sesuatu lahan menjadi kawasan hutan hanya dengan penunjukan, maka oleh karena itu secara mutatis mutandis seluruh kawasan hutan yang masih sekedar berstatus penunjukan, tidak mengikat dan tidak berkekuatan hukum.
- Meminta Bupati Tapanuli Selatan mempertimbangkan isi Putusan MK dengan nomor perkara 35/puu-x/2012 yang telah memberikan perlindungan hukum untuk kehidupan masyarakat adat dalam mempertahankan hak tenurialnya (memelihara, memegang, dan memiliki).
"Karena kami juga berhak untuk mempertahankan hidup dengan cara memiliki dan mengelola sebagian kecil tanah-tanah yang ada di Negara Republik Indonesia ini. Kami mendukung pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan
Warga Kecamatan Sipirok yang terdiri dari Desa Simpang
Tolang, Sipirok, dan Janji Mauli menolak
rencana Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan mengeksekusi lahan tempat mereka
tinggal.
Sekitar 200 orang warga dari 3 desa tersebut mendatangi DPRD Tapanuli Selatan dan Kantor Bupati, Selasa (27/5) untuk menyampaikan pernyataan sikap. Selain itu warga yang terdiri dari orang tua dan anak anak ini membawa berbagai tanaman seperti Kopi, Ubi. Pisang, Cabe, karet bahkan mesin babat dan alat
penyemprot rumput.Dikantor
DPRD mereka di terima anggota komisi II diantaranya, Sawal Pane, Armansyah
Nasution, Iqbal, Ali Imran dan Suyatmo. Dibawah pengawalan anggota Polres Kota
P.Sidimpuan dan puluhan anggota Satpol PP Tapsel, warga mengampaikan
keluhannya.Sekitar 200 orang warga dari 3 desa tersebut mendatangi DPRD Tapanuli Selatan dan Kantor Bupati, Selasa (27/5) untuk menyampaikan pernyataan sikap. Selain itu warga yang terdiri dari orang tua dan anak anak ini membawa berbagai tanaman seperti Kopi, Ubi. Pisang, Cabe, karet bahkan mesin babat dan alat
Sesaat terjadi kegaduhan di dalam gedung dewan, salah warga warga
yang menyampaikan keluhan mereka menerima kabar via Hp bahwa saat itu terjadi
pembongkaran terhadap rumah warga yang ikut aksi demo. Kabar yang di dapat
bahwa hal itu dilakukan anggota Satpol
PP.
Anggota Komisi II dalam menanggapi permintaan warga yang berdemo tersebut
berjanji akan menindak lanjutinya ke pemerintah Tapsel serta akan mengundang
kembali warga untuk menyelesaikan persoalan tersebut.Usai pertemuan dengan
anggota DPRD Tapsel, warga menyempatkan diri makan siang bersama di halaman
Kantor DPRD Tapsel. Kemudian dengan menumpangi 6 unit kenderaan termasuk bus
dan mobil pick up warga bertolak menuju kantor Bupati Tapsel.
Dihalaman Kantor Bupati (DILUAR PAGAR) perwakilan warga menyampaikan orasi yang di hadiri Wakil Bupati A.Rapolo, Sekdakab Tapsel Aswin Siregar dan Plt Kadis Kehutanan Aswad Dly, Kabag Hukum M.Zein. Usai menyampaikan orasi, warga langsung meninggalkan halaman kantor tersebut tanpa menunggu jawaban dari wakil bupati.
Dihalaman Kantor Bupati (DILUAR PAGAR) perwakilan warga menyampaikan orasi yang di hadiri Wakil Bupati A.Rapolo, Sekdakab Tapsel Aswin Siregar dan Plt Kadis Kehutanan Aswad Dly, Kabag Hukum M.Zein. Usai menyampaikan orasi, warga langsung meninggalkan halaman kantor tersebut tanpa menunggu jawaban dari wakil bupati.
Sebelumnya
mereka meninggalkan beberapa tanaman dan buah buahan yang mereka bawa dengan
menggantungkannya dipagar kantor Bupati Tapsel.
Dari pernyataan sikap yg di sampaikan warga melalui realis yang mereka bagikan kepada anggota DPRD dan wartawan memuat pernyataan sikap anatara lain :
- Menolak rencana eksekusi, karena warga merupakan pemilik lahan/tanah yang sah seluas + 50 hektar berdasarkan surat-surat tanah yang ditandatangani dan dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang di bidang pertanahan yang ada di Kabupaten Tapanuli Selatan.
Dari pernyataan sikap yg di sampaikan warga melalui realis yang mereka bagikan kepada anggota DPRD dan wartawan memuat pernyataan sikap anatara lain :
- Menolak rencana eksekusi, karena warga merupakan pemilik lahan/tanah yang sah seluas + 50 hektar berdasarkan surat-surat tanah yang ditandatangani dan dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang di bidang pertanahan yang ada di Kabupaten Tapanuli Selatan.
- Warga menguasai, memelihara dan mengelola serta
memanfaatkan lahan tersebut sudah puluhan tahun bahkan ratusan tahun lamanya
jauh sebelum diterbitkannya Surat Keputusan Nomor SK.244/Menhut-II/2011
tertanggal 29 April 2011 tentang Pelepasan Sebagian Kawasan Hutan Produksi
Sipirok Untuk Pembangunan Pertapakan Kantor Bupati Tapanuli Selatan dan Sarana
Prasarana lainnya atas nama Bupati Tapanuli Selatan, yang terletak di Kecamatan
Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan Provinsi Sumatera Utara seluas 271,10
hektar.
- Tanah yang mereka miliki bukan termasuk kawasan hutan sebagaimana diklaim oleh Pemda Tapanuli Selatan. Tanah-tanah itu merupakan hutan produktif yang dikelola untuk mempertahankan hidup.
- Tanah warga sudah dikuasai, digarap dan dijadikan sebagai lahan perkebunan dan pertanian secara turun temurun sejak tahun 1800-an hingga sekarang. Tanah-tanah dimaksud diperoleh dengan berbagai cara peralihan hak yaitu melalui Akta Jual beli, Hibah dan sebagian lainnya diperoleh karena warisan dari para leluhur dan atau tanah ulayat yang lahir dengan sendirinya jauh sebelum Negara Republik Indonesia didirikan dan merdeka dari penjajahan kolonial Belanda.
- Berdasarkan bukti dari Badan Pertanahan Nasional Padangsidimpuan menerangkan lokasi tanah warga yang termasuk dalam ruang lingkup SK 244 tersebut adalah tanah Hak Milik Adat sehingga secara jelas bahwa tanah-tanah milik kami tidaklah merupakan bagian dari kawasan hutan. Sehingga sangatlah beralasan jika SK Menhut a quo disebut sebagai keputusan yang keliru, dan oleh karena itu Pemerintah Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan tidaklah berwenang untuk mengambil alih tanah-tanah milik kami dengan alasan untuk pembangunan sarana pemerintah.
- Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 45/PUU-IX/2011 secara jelas dan tegas telah merevisi/menghapus hak/wewenang UU No. 41/1999 Tentang Kehutanan untuk mengatur sesuatu lahan menjadi kawasan hutan hanya dengan penunjukan, maka oleh karena itu secara mutatis mutandis seluruh kawasan hutan yang masih sekedar berstatus penunjukan, tidak mengikat dan tidak berkekuatan hukum.
- Meminta Bupati Tapanuli Selatan mempertimbangkan isi Putusan MK dengan nomor perkara 35/puu-x/2012 yang telah memberikan perlindungan hukum untuk kehidupan masyarakat adat dalam mempertahankan hak tenurialnya (memelihara, memegang, dan memiliki).
"Karena kami juga berhak untuk mempertahankan hidup dengan cara memiliki dan mengelola sebagian kecil tanah-tanah yang ada di Negara Republik Indonesia ini. Kami mendukung pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan
dalam program
pembangunan namun di sisi lain janganlah proses pembangunan itu sendiri membuat
kami sengsara dan menderita, karena Pembangunan Nasional sejatinya tidaklah
menindas dan menyengsarakan rakyat atau mengakibatkan kemiskinan bagi
masyarakat sebagai pemilik bangsa. (Anas)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar