MK Nyatakan RSBI Bertentangan dengan Konstitusi Selasa (8/1/2013).
Kutipan
Berita Mengenai Penghapusan RSBI Oleh Keputusan Mahkamah Konstitusi
RSBI
Bubar, Jakarta, Selasa (8/1/2013).
Mahkamah Konstitusi (MK)
menyatakan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) dan Sekolah
Bertaraf Internasional (SBI) tidak sesuai dengan konstitusi. Dengan
keputusan ini, berarti status RSBI harus dihapus dan penyelenggaraan satuan pendidikan
berkurikulum internasional tidak lagi diperbolehkan.
Putusan itu terkait permohonan judicial review atas
Pasal 50 ayat (3) UU Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.
"Menurut mahkamah, permohonan penggugat ini dinilai beralasan menurut
hukum. Mahkamah mengabulkan gugatan tersebut," ujar Ketua panel majelis
Konstitusi, Mahfudz M.D, membacakan putusan dalam sidang terbuka di Gedung MK,
Jakarta, Selasa (08/01).
Putusan itu setelah MK menimbang dan melihat
bukti serta keterangan, sepanjang persidangan permohonan ini. Tidak hanya itu,
MK juga memeriksa bukti dan mendengarkan pendapat pemerintah serta anggota
legislatif.
Ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan MK yakni,
biaya yang mahal mengakibatkan adanya diskriminasi pendidikan. Kemudian pembedaan
antara RSBI-SBI dengan non RSBI-SBI menimbulkan adanya kastanisasi pendidikan.
Selanjutnya, penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa
pengantar dalam tiap mata pelajaran dalam sekolah RSBI-SBI dianggap dapat
mengikis jati diri bangsa dan melunturkan kebanggaan generasi muda terhadap
penggunaan dan pelestarian bahasa Indonesia sebagai alat pemersatu bangsa.
Seperti diketahui, pasal 50 ayat (3) UU Sisdiknas
telah menjadi dasar hukum penyelenggaraan 1300-an sekolah berlabel RSBI. Dengan
keputusan MK ini, berarti status RSBI harus dihapus dan penyelenggaraan satuan
pendidikan berkurikulum internasional juga tak lagi diperbolehkan.
RSBI Bubar
Jakarta,
Selasa (8/1/2013).
Juru
bicara sekaligus hakim anggota Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar menjelaskan
bahwa dengan keputusan MK itu, maka sekitar 1.300-an RSBI/SBI yang ada di bawah
pemerintah saat ini dihapuskan. Selain itu, tidak ada lagi penyelenggaraan
satuan pendidikan berkurikulum internasional.
"Yah
itu (Sekolah RSBI) menjadi biasa," kata Akil Mochtar usai pembacaan
putusan di Gedung Mahkamh Konstitusi, Jakarta, Selasa (8/1/2013).
Seperti
diberitakan, pasal RSBI/SBI ini digugat oleh sejumlah orang tua murid, dosen,
dan aktivis pendidikan seperti ICW. Mereka menilai RSBI/SBI rentan
penyelewengan dana, menimbulkan diskriminasi dan kastanisasi pendidikan, serta
mahalnya biaya pendidikan.
Dalam
putusannya, MK membatalkan Pasal 50 ayat 3 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
Pasal
yang mengatur Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) di bawah
sekolah-sekolah pemerintah itu dinilai bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak
mempunyai kekuatan hukum mengikat.
"Mengadili,
menyatakan, mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata
Ketua MK, Mahfud MD saat membacakan putusan.
MERDEKA.COM, Mahkamah Konstitusi (MK)
menyatakan keberadaan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional atau Sekolah
Bertaraf Internasional (RSBI/SBI) tidak ada lagi. Dengan demikian, status
RSBI/SBI kembali menjadi sekolah biasa.
"Menjadi sekolah biasa. Tidak ada label internasionalnya," ujar Hakim Konstitusi Akil Mochtar usai persidangan di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta, Selasa (8/1).
Akil mengatakan, keberadaan Pasal 50 ayat (3) Undang-undang (UU) Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) bertujuan agar pemerintah membuat sekolah rintisan yang nantinya akan menjadi sekolah internasional. Tetapi, keberadaan norma dalam pasal itu tidak memiliki penjelasan dalam pasal-pasal sebelumnya.
"UU Sisdiknas itu tidak memberikan penjelasan, tiba-tiba pasal itu muncul begitu saja sehingga dibatalkan," kata Akil.
Akil menegaskan, pembatalan pasal ini kemudian berdampak pada status RSBI/SBI yang kini tidak memiliki kekuatan hukum. "Konsekuensinya harus dibubarkan," ujar dia.
"Menjadi sekolah biasa. Tidak ada label internasionalnya," ujar Hakim Konstitusi Akil Mochtar usai persidangan di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta, Selasa (8/1).
Akil mengatakan, keberadaan Pasal 50 ayat (3) Undang-undang (UU) Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) bertujuan agar pemerintah membuat sekolah rintisan yang nantinya akan menjadi sekolah internasional. Tetapi, keberadaan norma dalam pasal itu tidak memiliki penjelasan dalam pasal-pasal sebelumnya.
"UU Sisdiknas itu tidak memberikan penjelasan, tiba-tiba pasal itu muncul begitu saja sehingga dibatalkan," kata Akil.
Akil menegaskan, pembatalan pasal ini kemudian berdampak pada status RSBI/SBI yang kini tidak memiliki kekuatan hukum. "Konsekuensinya harus dibubarkan," ujar dia.
Dalam putusannya hari
ini, MK menilai RSBI menimbulkan diskriminasi. Atas alasan itu, MK memutuskan
untuk mengabulkan permohonan untuk membubarkan RSBI.
"Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK Mahfud MD saat membacakan amar putusan dalam sidang di Gedung MK.
Dalam amar putusannya, majelis hakim menilai keberadaan RSBI/SBI telah menimbulkan perlakuan diskriminatif di dunia pendidikan, sehingga dianggap bertentangan dengan prinsip konstitusi. Hanya anak-anak orang kaya saja yang bisa masuk ke RSBI karena biaya yang lebih tinggi dibanding sekolah reguler.
"Menurut Mahkamah pembedaan perlakuan demikian bertentangan dengan prinsip konstitusi yang harus memberikan perlakuan yang sama antarsekolah dan antarpeserta didik apalagi sama-sama sekolah milik pemerintah," kata hakim konstitusi Anwar Usman.
Tidak hanya itu, MK menyatakan keberadaan RSBI/SBI berpotensi menjauhkan dunia pendidikan dengan jati diri bangsa. Hal ini didasarkan pada fakta penggunaan bahasa asing yakni bahasa Inggris dalam setiap jenjang pendidikan.
"Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK Mahfud MD saat membacakan amar putusan dalam sidang di Gedung MK.
Dalam amar putusannya, majelis hakim menilai keberadaan RSBI/SBI telah menimbulkan perlakuan diskriminatif di dunia pendidikan, sehingga dianggap bertentangan dengan prinsip konstitusi. Hanya anak-anak orang kaya saja yang bisa masuk ke RSBI karena biaya yang lebih tinggi dibanding sekolah reguler.
"Menurut Mahkamah pembedaan perlakuan demikian bertentangan dengan prinsip konstitusi yang harus memberikan perlakuan yang sama antarsekolah dan antarpeserta didik apalagi sama-sama sekolah milik pemerintah," kata hakim konstitusi Anwar Usman.
Tidak hanya itu, MK menyatakan keberadaan RSBI/SBI berpotensi menjauhkan dunia pendidikan dengan jati diri bangsa. Hal ini didasarkan pada fakta penggunaan bahasa asing yakni bahasa Inggris dalam setiap jenjang pendidikan.
Sumber: Merdeka.com
VIVAnews - Mahkamah Konstitusi
membubarkan Penyelenggaraan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI).
Gubernur DKI Joko Widodo sangat mendukung keputusan MK tersebut."RSBI di hapuskan? Ya bagus itu, saya setuju," ujar Jokowi, sapaan Joko Widodo ketika melakukan kunjungan ke Terminal Blok M, Jakarta Selatan, 8 Januari 2012.
Menurut Jokowi, RSBI yang ada saat ini biayanya cukup mahal. Sementara, untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas, biaya mahal justru tidak menjamin kualitas pendidikan yang baik. "Kalau bayar mahal juga tidak menjamin sebuah kualitas loh," katanya.
Jokowi yang baru saja terpilih sebagai walikota terbaik ketiga se-dunia
2012 versi The World Mayor Project itu menilai, tanpa adanya sekolah RSBI pun, pelajar di Jakarta tetap dapat mengukir prestasi dan mampu bersaing dengan pelajar dari negara-negara lain. "Dulu nggak ada RSBI, pelajar kita juga sudah baik kok," tuturnya.
Karena itu untuk membuat suatu sistem pendidikan yang berkualitas yang terpenting adalah meningkatkan kualitas pendidik dan juga fasilitas yang ada di tiap sekolah.
"SDM gurunya harus ditingkatkan, fasilitas di sekolah disiapkan semuanya. Baik itu perpustakaannya, laboratoriumnya dan fasilitas penunjang lainnya, itu harus diperbaiki," katanya.
Mahkamah mengabulkan permohonan uji materi Pasal 50 ayat 3 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas).
Pasal tersebut berbunyi, “Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional”.
"Menyatakan Pasal 50 ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat," kata Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD di Gedung MK, Jakarta, Selasa, 8 Januari 2013.
Juru Bicara MK Akil Mochtar mengatakan dengan dibatalkannya Pasal 50 ayat 3 UU Sisdiknas tersebut maka RSBI harus dibubarkan. "RSBI yang sudah ada kembali menjadi sekolah biasa. Pungutan yang sebelumnya ada di RSBI juga harus dibatalkan," kata dia.
Mahkamah berpendapat RSBI dapat membuka potensi lahirnya diskriminasi, dan menyebabkan terjadinya kastanisasi (penggolongan) dalam bidang pendidikan.
"Hanya siswa dari keluarga kaya atau mampu yang mendapatkan kesempatan sekolah di RSBI atau SBI (sekolah kaya atau elit). Sedangkan siswa dari keluarga sederhana atau tidak mampu (miskin) hanya memiliki kesempatan diterima di sekolah umum (sekolah miskin). Selain itu muncul pula kasta dalam sekolah seperti yaitu SBI, RSBI dan Sekolah Reguler," kata Akil.
Selain itu, Mahkamah berpendapat bahwa penekanan bahasa Inggris bagi siswa di sekolah RSBI atau SBI merupakan penghianatan terhadap Sumpah Pemuda tahun 1928 yang menyatakan berbahasa satu yaitu bahasa Indonesia. Oleh karena itu, seluruh sekolah di Indonesia harus menggunakan bahasa pengantar bahasa Indonesia.
"Adanya aturan bahwa bahasa Indonesia hanya dipergunakan sebagai pengantar untuk di beberapa mata pelajaran seperti pelajaran Bahasa Indonesia, Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Pendidikan Sejarah, dan muatan lokal di RSBI/SBI, maka sesungguhnya keberadaan RSBI atau SBI secara sengaja mengabaikan peranan bahasa Indonesia dan bertentangan dengan Pasal 36 UUD 1945 yang menyebutkan bahasa negara adalah bahasa Indonesia," ujar Akil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar