1 Maret 2022

Dewan kesenian Daerah dan Legalitas Formal Dewan Kesenian Daerah

 

Dewan kesenian Daerah dan Legalitas Formal Dewan Kesenian Daerah

Menteri dalam negeri, Gamawan Fauzi melalui Direktur Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik
Kementerian Dalam Negeri telah mengeluarkan 7 rekomendasi yang diproduk pada sarasehan nasional Dewan Kesenian Daerah yang berlangsung di Jakarta tanggal 19-20 Maret 2012.

 Ketujuh rekomendasi yang ditujukan kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri) itu, Pertama mendorong tindak lanjut dari Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) No.5A Tahun 1993 tentang Dewan Kesenian untuk ditingkatkan menjadi Peraturan Menteri (Permen).  Kedua mendorong terbentuknya dewan kesenian nasional,Provinsi, Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia.   Ketiga pemerintah pusat dan daerah wajib untuk memberikan peran dan fungsi kepada Dewan Kesenian sebagaimana mestinya.
Keempat, pendanaan dewan kesenian dialokasikan dari APBN dan APBD.
  Kelima, meningkatkan inventarisasi dan dokumentasi terhadap berbagai kesenian di daerah untuk melindungi diri dari klaim bangsa lain. Keenam, dewan kesenian daerah bersama pemerintah berkewajiban memberikan pelestarian perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan nilai-nilai budaya di lingkungan budaya masing-masing daerah. Ketujuh, peningkatan peran kementerian dalam negeri dalam mensinergikan program-program yang terkait kesenian  daerah di kementerian Pariwisata dan ekonomi kreatif serta kementrian pendidikan dan kebudayaan tak lebih sekadar menjalankan program sporadis

Kita mengetahui, dengan segala kemampuan dan keterbatasannya, tugas dan fungsi dewan kesenian adalah membina, mengembangkan, menghidupkan, dan memajukan kesenian, baik tradisi maupun modern, dan sekaligus membangun peradaban serta kebudayaan. Dewan kesenian yang ada selama ini dikelola masyarakat kesenian di tempat masing-masing.

Legalitas formal dewan kesenian, diatur dengan surat keputusan kepala daerah setelah masyarakat (seniman) mengamanahkan kepada perwakilannya yang duduk di kepengurusan dewan kesenian. Acuan lebih tinggi adalah Instruksi Mendagri No 5.A tahun 1993. Pengurus inilah yang dikukuhkan dengan SK kepala daerah dengan konsekuensi pengalokasian anggarannya di dalam anggaran pendapatan daerah. Pemerintah daerah tak boleh berkelit lagi untuk tidak merespons kebutuhan hadirnya dewan kesenian di wilayah masing-masing.

Kesenian, di mana pun ia tumbuh dan berkembang, pada dasarnya memiliki cara maupun kemampuan menyelaraskan konteks dirinya: antara apa, bagaimana, dalam situasi apa, dan kepada siapa kesenian itu diperuntukkan.

bahwa arah maupun perkembangan kesenian umumnya bertumpu pada seniman sebagai agen atau kreator, kritikus-pemikir seni sebagai knowledge criticists dan masyarakat sebagai apresiator. Di banyak negara maju, dewan kesenian (art council) lebih berperan sebagai kurator administratif, satu sisi penting lainnya penunjang perkembangan dunia kesenian itu sendiri.

Dunia kesenian juga merupakan sebuah fenomena sosial-kebudayaan di mana berbagai persoalan-persoalan kesenian tidak hanya dapat dipahami semata dengan kacamata artistik, tetapi juga melingkupi wilayah filosofi, etika, nilai, hingga ekonomi. Sebagai contoh, seorang seniman yang hidupnya berada di lingkup kebutuhan komunitas ritual masyarakatnya tidak membutuhkan sebuah pasar (market) untuk hasil karya seninya. Sebaliknya, seniman pop mungkin hidupnya hanya bergantung dari jasa itu.

Dewan kesenian bukan institusi yang berhak secara prerogatif memutuskan apa yang sebaiknya dilakukan untuk dunia kesenian. Sebaliknya, ia harus lebih sensitif menafsir apa yang menjadi kebutuhan para seniman sebagai pelaku kesenian.

sebagai lembaga strategis yang merancang cetak biru kesenian-kebudayaan kota. Ia adalah lembaga ahli sebagai mitra konsultatif pemerintah sekaligus promotor dinamika kesenian-kebudayaan kota.

Selain itu, dewan kesenian bisa berperan sebagai promotor, dinamisator atau fasilitator praktik kreatif seni kota. Namun, ia bukanlah leveransir atau legitimator praktik kuasi-seni. Juga, lembaga ini perlu mengembangkan diri sebagai wahana jejaring seni yang tangguh dan punya pengaruh luas.

Sebagai  bagian dari kebudayaan, kesenian adalah salah  satu perlengkapan manusia dalam memenuhi kehidupannnya. Adalah  kehidupan akan  menjadi  gersang tanpa   kehadiran kesenian.  Akan  tetapi arti seni bagi nilai  kehidupan  tentulah lebih multidimensional.  Sepanjang sejarahnya   seni   memang mengabdikan diri untuk kemanusiaan. Jika kebudayaan  dirumuskan sebagai gejala apa yang dipikirkan, menurut Mochtar Lubis, maka seni  merupakan  unsur yang amat penting  yang memberikan wajah manusiawi,  unsur-unsur keindahan, keselarasan, keseimbangan, perspektif,  irama, harmoni, proporsi dan sublimasi pengalaman manusia,  pada  kebudayaan. Tanpa nilai-nilai maka manusia akan jatuh menjadi binatang ekonomi atau kekuasaan belaka.

Karakter bangsa adalah kualitas jati diri bangsa yang membedakannya dengan bangsa lain. Karakter bangsa  Indonesia bersumber pada nilai-nilai kebangsaan yang kita miliki Karena itu, dalam konteks kehidupan kekinian, karakter sebuah bangsa dapat dieksplorasi dari nilai-nilai seni kebudayaannya.

Konstruksi karakter bangsa itu kini kita sadari sebagai sebuah pondasi signifikan dalam kehidupan berbangsa di era kesejagatan ini. Carut-marutnya kehidupan berbangsa ditengarai disebabkan kelalaian membangun karakater bangsa. Soekarno dan Ki Hajar Dewantara telah jauh-jauh hari mengingatkan bangsa Indonesia tentang pentingnya karakter bangsa Urgensi perlunya pembangunan karakter bangsa itu, salah satunya dapat digali dan ditimba dari jagat seni. Seni tradisi sarat dengan nilai-nilai kearifan lokal yang berkarakter.

Kini, bentuk-bentuk kesenian yang telah mengisi dinamika kehidupan masyarakat tersebut kian marginal dan langka. Pencapaian estetik yang pernah diraihnya tergerus tak terurus. Fungsi-fungsi sosial dan religius yang sempat diisinya terkikis. Makna-makna kultural dan filosofis yang dulu mengawalnya terpental entah kemana. Tragisnya, kesenjangan bentuk-bentuk kesenian itu dengan generasi muda, semakin lebar. Orientasi masyarakat kita di tengah gelombang globalisasi yang cenderung materialis-kapitalistik,  sungguh membuat butir-butir budaya itu tergelincir.(Anas)

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar